Rabu, 05 Januari 2022

Ketika Taman Bacaan jadi Pilihan, Jangan Terpaksa Melakoninya

Di tengah hingar-bingar kehidupan, tidak banyak orang yang memutuskan taman bacaan sebagai pilihan. Menjadikan aktivitas literasi sebagai jalan hidup. Karena taman bacaan dan aktivitas literasi tergolong “jalan sunyi” yang tidak dilirik orang. Apalagi sifatnya sosial, terlalu membuang-buang waktu mengurusi taman bacaan. Tapi lain halnya dengan pegiat literasi, di mana pun, masih ada kok yang memilih taman bacaan sebagai jalan hidup.

 

Hari gini, daripada mengelola taman bacaan lebih baik mengurus gaya hidup. Kulineran, nongkrong di kafe-kafe, kumpul-kumpul dengan teman, atau lampiaskan hobby di dalam rumah. Lalu update ke media sosial. Biar lebih kesohor dan dibilang keren di mata netizen, tentu lebih disenangi. Sementara membimbing ratusan anak membaca buku, mengajar kaum buta aksara, menata buku-buku di rak, pasti lebih dihindari. Karena menyusahkan dan terlalu menyita waktu. Jadi individualis atau sosialis adalah pilihan.

 

Taman bacaan adalah pilihan. Literasi adalah jalan hidup. Sungguh, tidak mudah menentukan pilihan di taman bacaan. Harus punya banyak pertimbangan sebelum memutuskan mengelola taman bacaan. Karena saat menjadikan taman bacaan sebagai pikihan maka punya risiko yang harus dihadapi ke depan. Mulai dari berjuang mencari buku, memikirkan biaya operasional, menggalang anak-anak pembaca, memutar otak mengajak relawan, bahkan bertempur dengan oran-orang yang apatis dan cuek. Lebih dari itu, harus tahan banting dari fitnah, gibah, gosip dari orang-orang yang membenci atau iri. Taman bacaan pasti akan dirongrong terus hingga “mati suri.”

 

Maka wajar, 70% taman bacaan terkesan mati suri. Taman bacaan seakan ada tapi tiada. Hal itu terjadi karena mentalitas pilihan hidup di taman bacaan tidak sepenuh hati. Tidak tahan banting atas tantangan dan hambatan yang terjadi di taman bacaannya sendiri. Sehingga anak-anak tidak banyak dan buku-buku bacaan pun terbatas. Ketika taman bacaan mati suri, di situlah taman bacaan bukan lagi pilihan. Terlalu mudah ambruk akibat apatisme masyarakat, ketidak-pedulian lingkungan. Taman bacaan gagal jadi pilihan.

 

Taman bacaan sebagai pilihan sama sekali sulit dilakukan tanpa komitmen. Niatnya harus lurus. Harus ada sikap sepenuh hati untuk menjalankannya. Taman bacaan memang sulit bila tidak punya “passion” di literasi. Apalagi bila niatnya hanya untuk gagah-gagahan atau kamuflase. Sulit sekali taman bacaan berkembang bila salah niat. Karena salah niat jadi sebab salah urus hingga salah jalan. Di taman bacaan tidak ada teori yang paling benar. Taman bacaan bisa eksis dan bertahan hidup setelah menemukan jalannya sendiri. Dan jalan hidup taman bacaan sangat tergantung kepada pengelolanya, kepada pegiat literasinya. Bukan karena ingin dipuji, buka karena ingin dikenang. Tapi ikhlas untuk menggapai ridho Allah SWT.

 

Taman bacaan sebagai pilihan itulah yang dipraktikkan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak. Dari awalnya saat didirikan tahun 2017 hanya ada 14 anak yang bergabung dengan 600 koleksi buku. Tapi kini di tahun 2022, TBM Lentera Pustaka telah mengelola 12 program literasi yang terdiri dari: 1) TABA (TAman BAcaan) dengan 140 anak pembaca aktif dari 3 desa (Sukaluyu, Tamansari, Sukajaya) dengan waktu baca 3 kali seminggu, kini setiap anak mampu membaca 5-8 buku per minggu, 2) GEBERBURA (GErakan BERantas BUta aksaRA) yang diikuti 9 warga belajar buta huruf agar terbebas dari belenggu buta aksara, 3) KEPRA (Kelas PRAsekolah) dengan 26 anak usia prasekolah, 4) YABI (YAtim BInaan) dengan 14 anak yatim yang disantuni dan 4 diantaranya dibeasiswai, 5) JOMBI (JOMpo BInaan) dengan 8 jompo usia lanjut, 6) TBM Ramah Difabel dengan 3 anak difabel, 7) KOPERASI LENTERA dengan 28 ibu-ibu anggota koperasi simpan pinjam agar terhindar dari jeratan rentenir dan utang berbunga tinggi, 8) DonBuk (Donasi Buku), 9) RABU (RAjin menaBUng), 10) LITDIG (LITerasi DIGital) untuk mengenalkan cara internet sehat, 11) LITFIN (LITerasi FINansial), dan 12) LIDAB (LIterasi ADAb) untuk mengajarkan adab ke anak-anak seperti memberi salam, mencium tangan, berkata-kata santun, dan budaya antre. Tidak kurang dari 250 orang menjadi penerima layanan literasi TBM Lentera Pustaka setiap minggunya. Sederet prestasi pun ditorehkan TBM Lentera Pustaka pada tahun 2021 lalu, seperti:  1) Terpilih “Jagoan 2021” dari RTV (tayang 29 Des 2021), 2) Sosok Inspiratif Spiritual Journey dari PLN (Okt 2021), 3) Terpilih “31 Wonderful People 2021” dari Guardian Indonesia (24 Sept 2021), 4) Terpilih “Ramadhan Heroes” dari Tonight Show NET TV (6 Mei 2021), dan 5) Terpilih program “Kampung Literasi 2021” dari Dit. PMPK Kemdikbud RI (14 Nov 2021).

 


Mungkin sebagian orang menganggap mengelola taman bacaan dianggap receh dan tidak berguna. Tapi berbeda dengan pegiat literasi yang menjadikan taman bacaan sebagai pilihan. Karena di taman bacaan, siapapun tidak lagi sibuk dengan urusan dunia. Tidak lagi memikirkan dirinya sendiri tapi lebih memikirkan kebaikan umat. Karena faktanya pula, hari ini banyak orang sekolah tinggi-tinggi dan cinta ilmu tapi tidak mengamalkannya. Sehingga jadi sebab terhalangnya seseorang dari hidayah Allah SWT, terhalang dari kebaikan dan keberkahan.

 

Sejatinya, siapapun dihadapkan pada pilihan. Termasuk pilihan jadi pegiat literasi dan aktif di taman bacaan. Tentu harus disesuaikan dengan kemampuan dirinya. Tidak asal ber-literasi tanpa konsep dan komitmen. Karena setiap pilihan akan memengaruhijalan hidup si pegiat literasi ke depan. Baik dari sisi berkahnya atau risikonya. Sesuai dengan kata hati si pegiat literasi.

 

Apapun kondisinya, selalu ada pilihan-pilihan dalam hidup. Apapun bentuknya apapun aktivitasnya. Dan setiap pilihan itu tergatung niatnya. Bukan kaya atau miskinnya, bukan menang atau kalahnya. Karena sejatinya, hidup siapapun harus memiliki tiga hal penting, yaitu 1) prinsip, 2) perubahan, dan 3) pilihan.

 

Taman bacaan sebagai pilihan hidup. Tentu pasti ada alasannya. Dan biarkanlah setiap pegiat literasi yang menjalani dan mempertanggungjawabkannya sendiri. Tidak ada yang perlu dipertentangkan saat taman bacaan dijadikan pilihan. Karena pilihan itu bukan nasib tapi kesadaran. Agar keidupan di masa depan menajdi lebih baik dan lebih baik lagi. Asal pilihan yang dijalani bukan atas keterpaksaan. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar