Namanya KEPRA (KElas PRAsekolah), salah satu dari 12 program literasi yang dijalankan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Saat ini tercatat ada 26 anak usia dini (prasekolah) yang ikut serta. Seminggu 2 kali mereka belajar dibimbing relawan dan wali baca. Tentu, anak-anak Kepra ada di TBM bukan membaca buku. Tapi belajar ber-interaksi, mengenal huruf, nyanyi-nyanyi. Sekaligus melatih keberanian tampil ke depan walau hanya menulis huruf saja. Anak-anak yang ber-ekspresi dan bersuka cita di taman bacaan.
Anak KEPRA TBM Lentera Pustaka, datang tiap Selasa
dan Kamis, diantar orang tuanya. Ini jadi bukti. Bahwa belajar itu milik semua
orang. Kapanpun dan di manapun. Menariknya, peran ini diambil taman bacaan.
Bukan sekolahan. Agar kegiatan belajar dan TBM jadi lebih inklusif. Bukan eksklusif
berdasar kelas ekonomi atau status sosial. Literasi untuk semua, begitu istilahnya.
Apa yang saya mau bilang dari realitas Kelas PRAsekolah
TBM Lentera Pustaka ini?
Bahwa taman bacaan hadir. Untuk memfasilitasi apa
yang dibutuhkan orang tua untuk anaknya. Apalagi masyarakat di kampung-kampung.
Dengan segala keterbatasannya. Dan di TBM Lentera Pustaka, pada akhirnya proses
belajar anak-anak pun bergulir secara sukarela, dengan sepenuh hati. Karena
sejatinya, anak-anak harus diberi kesempatan untuk
mencoba. Apa itu arti belajar sekalipun belum waktunya? Harus ada akses yang
bisa didatangi anak-anak kampung.
Maka taman bacaan, memang harus dikelola sepenuh
hati. Tidak bisa setengah hati apalagi terpaksa. Karena siapapun yang
"terpaksa" berada di taman bacaan. Pasti, pada waktunya akan
"tersingkir sendiri" oleh alam, oleh pikirannya sendiri. Bukan oleh
taman bacaan.
Menariknya, semua program literasi di TBM Lentera Pustaka adalah gratis. Tidak ada biaya. Seragam pun diberikan dari sponsor korporasi. Orang-orang yang mengajar dan membimbing di taman bacaan pun tidak digaji. Sukarela atas nama kemanusiaan, kepedulian. TBM itu memang bukan sekolah. Tapi semua program dijalankan dengan sepenuh hati. Atas komitmen dan konsistensi yang berlanjut. Belajar gratis, guru pun tanpa dibayar.
Untuk diketahui saja. TBM Lentera Pustaka saat
didirikan tahun 2017 lalu hanya punya taman bacaan dengan 14 anak pembaca. Tapi
kini di usia 5 tahun sudah menjalankan 12 program literasi yang terdiri dari: 1) TABA (TAman BAcaan) dengan 160 anak pembaca aktif dari 3 desa
(Sukaluyu, Tamansari, Sukajaya) dengan waktu baca 3 kali seminggu, 2) GEBERBURA
(GErakan BERantas BUta aksaRA) dengan 9 warga belajar buta huruf agar terbebas
dari belenggu buta aksara, 3) KEPRA (Kelas PRAsekolah) dengan 26 anak usia
prasekolah, 4) YABI (YAtim BInaan) dengan 14 anak yatim yang disantuni dan 4
diantaranya dibeasiswai, 5) JOMBI (JOMpo BInaan) dengan 8 jompo usia lanjut, 6)
TBM Ramah Difabel dengan 3 anak difabel, 7) KOPERASI LENTERA dengan 33 ibu-ibu
anggota koperasi simpan pinjam agar terhindar dari jeratan rentenir dan utang
berbunga tinggi, 8) DonBuk (Donasi Buku), 9) RABU (RAjin menaBUng), 10) LITDIG
(LITerasi DIGital) untuk mengenalkan cara internet sehat, 11) LITFIN (LITerasi
FINansial), dan 12) LIDAB (LIterasi ADAb) untuk mengajarkan adab ke anak-anak
seperti memberi salam, mencium tangan, berkata-kata santun, dan budaya antre.
Tidak kurang dari 250 orang menjadi pengguna layanan taman bacaan Lentera
Pustaka setiap minggunya.
Beberapa prestasi pun ditorehkan TBM Lentera Pustaka,
antara lain: 1) Diangkat dalam “People of the Year 2021” dari RTV pada Desember
2021, 2) Terpilih 1 dari 30 TBM di Indonesia yang menggelar program “Kampung
Literasi Sukaluyu” yang diinisiasi Direktorat PMPK Kemdikbudristek RI dan Forum
TBM, 3) Syarifudin Yunus sebagai Pendiri TBM Lentera Pustaka meraih penghargaan
"31 Wonderful People tahun 2021" kategori pegiat literasi dan pendiri
taman bacaan dari Guardian Indonesia (September 2021), 4) Didapuk sebagai “Ramadhan
Heroes” dari Tonight Show NET TV (Mei 2021), %) Terpilih jadi sosok inspiratif
dalam “Spiritual Journey” PT PLN, salah satu BUMN di Indonesia pada Oktober
2021 lalu.
Maka taman bacaan di mana pun, memang harus bekerja
sepenuh hati. Berbuat untuk sesama, atas nama kemanusiaan. Selebihnya, biar
Allah SWT yang menentukan. Karena zaman begini, tidak banyak orang yang mau
bertindak secara sukarela. Tanya saja ke orang-orang sekolahan, apa mau
mengajar dan mengurus anak-anak tanpa bayaran?
Akhirnya, taman bacaan memang harus eksis. Dengan
segala tantangan dan kendalanya. Untuk anak-anak Indonesia, di mana pun. Karena
hakikatnya, apapun bukan tentang apa yang ditinggalkan
untuk anak-anak. Melainkan apa yang ditanamkan dalam diri anak-anak. Salam literasi #KelasPrasekolah #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar